Tuban memiliki banyak cerita hebat di masa lalu. Tidak mengherankan sebetulnya, karena Tuban adalah pelabuhan maha penting saat zaman kerajaan Majapahit. Para penyebar Islam di Nusantara ini juga banyak menorehkan sejarah gemilang Kabupaten Tuban. Mereka ada yang pernah singgah maupun menetap di Tuban. Para penyebar ini salah satu yang paling terkenal adalah Sunan Bonang. Sunan Bonang dimakamkan di Kabupaten Tuban, tepatnya di kelurahan Kutorejo dibelakang Masjid Agung Tuban.
Menurut Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Walisongo terdapat catatan pada perjalanan Dinasti Tang pada tahun 674 Masehi, sudah ada keluarga Muslim Tazhi di Kalingga, tapi masyarakat Nusantara belum memeluk agama Islam. Kemudian ada catatan Ma Huan pada kunjungan Cheng Ho yang ke tujuh ke Jawa tahun 1433 Masehi yang menyatakan bahwa Islam belum dipeluk secara besar-besaran oleh masyarakat Nusantara. Dengan kata lain ada rentang waktu 750 tahun, Islam belum secara masif dianut oleh Pribumi Nusantara.
Nah kemudian baru pada abad ke-15 yaitu era dakwah Walisongo Islam dianut secara masif oleh pribumi Nusantara. Salah satu walisongo tersebut adalah Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim. Menurut Agus Sunyoto dalam buku yang sama menyebutkan bahwa Sunan Bonang merupakan putra ke-4 Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja penguasa Tuban saat itu. Untuk diketahui nama Arya Teja menjadi nama salah satu gedung pemerintah di Kabupaten Tuban.
Saudara Sunan Bonang diantaranya bernama Nyai Patimah yang bergelar Nyai Gedeng Panyuran, Nyai Wilis alias Nyai Penghulu, Nyai Taluki yang bergelar Nyai Gedeng Maloka dan Adiknya Sunan Bonang bernama Raden Qasim yang kelak juga menjadi Anggota Walisongo bergelar Sunan Drajat. Sunan Bonang diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1465 Masehi. Sunan Bonang juga memiliki Saudara lain Ibu salah satunya adalah Dewi Murtosimah yang diperistri oleh Raden Patah, Sultan Demak Pertama.
Kamu harus tahu, mengapa Sunan Bonang memiliki hubungan yang dekat dengan Tuban, jawabannya adalah karena Sunan Bonang merupakan cucu dari penguasa Tuban saat itu yaitu Arya Teja dan Keponakan dari Arya Wilatikta yang kelak juga menjadi penguasa Tuban. Kamu mungkin juga sering mendengar kisah Sunan Kalijaga yang waktu itu menjadi murid Sunan Bonang, mereka berdua masih dalam satu keluarga yaitu saudara sepupu.
Dalam hal keilmuan Sunan Bonang belajar kepada Ayahandanya yang merupakan pemimpin pondok pesantren Ampel Denta. Sunan Bonang menyerap ilmu Ayahandanya bersama dengan santri lainnya seperti Raden Patah, Sunan Giri dan Raden Kusen. Temennya Sunan Bonang keren-keren, ya. Calon tokoh besar semua. Selain dengan Ayahandanya, Sunan Bonang juga belajar kepada Syaikh Maulana Ishak di Malaka.
Sunan Bonang menguasai berbagai bidang ilmu, diantaranya Fiqh, Ushuluddin, Tasawuf, Seni, Sastra, Arsitektur dan Bela Diri. Semua bidang keilmuannya itu dikombinasikan dan digunakan untuk memperlancar dakwah. Sunan Bonang adalah dalang yang piawai memainkan cerita-cerita wayang, selain itu Sunan Bonang juga yang menggubah tembang-tembang Macapat. Kamu tahu Macapat, kan? Kalau ndak tau berarti ndak pernah ndengerin pas pelajaran Bahasa Jawa.
Sunan Bonang juga dikenal mengembangkan perangkat gamelan Jawa yang disebut Bonang. Di Tuban banyak sekolah yang memiliki Ekskul Karawitan, kamu bisa tanya guru karawitan kamu, mana yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis alat musik dari bahan kuningkan berbentuk bulat dan memiliki tonjolang dibagian tengah, mirip gong namun dengan bentuk yang lebih kecil. Dulu alat ini selain dipakai untuk memainkan gamelan juga digunakan oleh perangkat desa untuk mengumpulkan warga.
Selain membuat Bonang, Sunan Bonang juga mereformasi pertunjukan wayang yaitu menyempurnakan susunan gamelan dan menggubah irama-irama lagu. Sunan Bonang juga menambahkan ricikan kuda, gajah, harimau, kereta perang dan rampongan dalam pertunjukan wayang, sehingga pertunjukan wayang lebih hidup dan atraktif.
Dalam kepenulisan, Sunan Bonang menulis Primbon yang bernama Primbon Bonang, yaitu Primbon yang berasal dari Tuban. Primbon Bonang berisi ikhtisar bebas dari Kitab Tasawuf terkemuka Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali dan Kitab Tamhid karya Abu Syukur bin Syuaib Al-Kasi Al-Hanafi Al-Salimi. Gaya penulisan primbon tersebut adalah dialog antara guru dan murid.
Nah itu adalah cerita tentang Sunan Bonang yang saya ambil dari Kitab Atlas Walisongo yang disusun oleh Agus Sunyoto. Kalau kamu mengaku orang Tuban yang Islam, maka sudah semestinya kita berterimakasih kepada Sunan Bonang yang telah menjadi wasilah keIslaman kita semua dan mari mendoakan beliau. Al Fatihah…
Pingin primbon bonang..apa masih ada ya
Sy ndak tau pastinya, mungkin coba berkunjung ke makam beliau dan tanyakan ke juru kuncinya.
sak umur umur jadi wong tuban saya belum pernah masuk kesana hehehe
Ya sekali-kali ziarah :-)
Terakhir ke sini pas SMA, walaupun tengah malem masih rame banget orang yang ziarah, semoga bisa ziarah lagi ke sini ^_^
Iya… Sy jg sudah kangen ingin berziarah ke makam para wali. Mereka yg mendakwahi leluhur kita dulu.
Saya gak tau macapat Kang -__-
nggak ada pelajaran bahasa Jawa di sekolah..
nggak pa-pa ya..
.
.
Tapi saya tau sunan bonang kok. Dari pelajaran lainnya
Hahaha… Sekarang udah nggak ada pelajaran bahasa jawa ya di sekolah?