Bahasa Khas Tuban adalah bahasa jawa yang memiliki dialek atau logat khas Tuban. Di Tuban tidak seperti di Bojonegoro, varian logatnya sangat banyak dan semuanya ya khas Tuban.
Sore yang cerah, saya seperti biasa berada di Peron Stasiun Tanah Abang. Ya inilah rutinitas kelas menengah di Ibu Kota. Keadaan peron sudah sepi, agaknya sebelumnya sudah ada rangkaian kereta yang mengangkut penumpang.
Tidak terlalu lama, kereta yang saya tunggu-tunggu pun datang menghampiri dengan suara yang halus, maklum kereta ini minum setrum ndak minum solar. Saya naik mengikuti arahan petugas yaitu dahulukan penumpang turun terlebih dahulu. Walaupun setiap saat diingatkan, masih saja ada orang-orang egois yang menyerobot antrian akhirnya jadi ribut.
Baru beberapa lama saya di atas kereta, Whatsapp pun berbunyi. Teman lama yang bermukim di Singapura tiba-tiba mengabari akan segera melepas masa lajang. “Cah, aku ora iso teko ngeterno undangan langsung, liwat WA iki wa yo”. Duh seketika saya kangen kawan-kawan saya saat SMA, salah satu yang paling saya kangenin adalah bahasa Tubannya yang khas baik logat maupun kosakatanya.
Tuban adalah satu dari sekian banyak daerah mataraman yang ada di Jawa Timur. Mataraman adalah Kabupaten/ Kota di Jawa Timur yang dulunya adalah bekas wilayah kerajaan Mataram Islam. Wilayah ini umumnya berada di daerah tengah sampai barat Jawa Timur.
Tuban termasuk diantaranya. Daerah Mataraman memiliki kesamaan budaya dengan daerah bekas wilayah Mataram Islam lainnya misalnya Yogyakarta dan Solo.
Bahasa adalah salah satu kesamaan antar daerah Mataraman. Meski di Jawa Timur, Tuban memiliki bahasa Jawa yang sedikit lebih “halus” dibandingkan daerah Arek misalnya.
Bahasa-bahasa yang kadang dianggap ndeso misalnya juga adalah warisan dari Mataraman dan sebagian penuturnya juga ada yang bermukim di Solo dan atau Yogyakarta. Mosok Yogyakarta dan Solo yang bertutur sama dengan sebagian masyarakat Tuban tadi dicap ndeso, Jeh?!
Lalu bagaimana perkembangan bahasa khas Tuban pada era internet seperti sekarang ini? Memang di internet rata-rata orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya.
Jarang pengguna internet yang menggunakan bahasa Ibu, kecuali beberapa kasus untuk keperluan komunikasi di circle mereka sendiri, bisa group desa misalnya atau group keluarga. Walaupun kadang juga ditemui di dalam circle tersebut tetap terselip bahasa Indonesia.
Berarti buram dong? Secara intensitas penggunaan bahasa Ibu di internet memang belum menggembirakan. Tetapi tidak bisa sepenuhnya salah pengguna internetnya. Salah satu sifat internet adalah terbuka, artinya seluruh manusia yang memiliki akses internet dapat membukanya.
Dengan sifat dasar terbuka tersebut mendorong pengguna internet untuk menggunakan bahasa Indonesia yang lebih universal. Gimana nggak universal? ketika pengguna internet menggunakannya paling tidak ada 250 juta orang atau sedikitnya 143 juta orang (Data pengguna internet 2017) yang akan mengerti. Potensi keterbacaannya tinggi.
Dengan jaminan keterbacaan yang lebih tinggi maka eksistensi yang merupakan tujuan utama orang berinternet, tetap terjaga.
Walaupun demikian, internet tidak menjadi satu-satunya faktor penurunan penutur Bahasa Ibu. Tuntutan profesi yang semakin beragam dan lintas daerah juga kadang menuntut orang Tuban untuk meninggalkan bahasa Ibunya.
Bahkan di dalam lingkungan formal di Kabupaten Tuban pun saya rasa sulit menggunakan bahasa Khas Tuban secara konsisten. Rapat-rapat formal seringkali menggunakan Bahasa Indonesia, Bahasa pengantar pendidikan meskipun telah ada otonomi daerah juga tetap tidak dapat secara sistematis mempertahankan intensitas penggunaan Bahasa Khas Tuban di internet.
Walaupun secara intensitas penggunaan berkurang tapi ada kabar baiknya. Saya melihat di era internet yang serba terbuka, tidak ada lagi kasta Bahasa di Tuban. Begini maksud saya, dulu ketika saya mengucapkan dialek “Leh” sebagai dialek khas Kabupaten Tuban dan Kabupaten lain di pesisir utara pulau jawa, E langsung dicap ndeso
Jadi saya yang berasal dari tempat yang sehari-hari menggunakan dialek tersebut berusaha tidak menggunakannya ketika berkomunikasi. Olok-olokan ndeso dan sebagainya itu, Saya lihat sudah tidak ada ketika berbicara di internet. Iki Keren, Cah! Lanjutkan semuanya dialek itu setara dan penuturnya punya kesempatan yang sama untuk sukses.
Dari semua tulisan di atas saya akan menutupnya dengan kenyataan bahwa bahasa daerah kita sudah semakin mengkhawatirkan. Saya baca Nattional Geographic edisi 06.2018, disebutkan bahwa Indonesia memiliki 719 bahasa daerah. Kaya banget ya negara kita.
Dari 719 itu ada 12 bahasa yang sudah punah, 260 bahasa masih cukup kuat, 267 bahasa terancam dan 74 bahasa dalam keadaan sekarat. Salah satu bahasa yang mulai memudar salah satunya adalah Bahasa Jawa, padahal Bahasa Jawa masuk dalam 100 bahasa dunia yang paling banyak penuturnya.
Terakhir mari berbahasa Khas Tuban! Bahasa adalah identitas, kamu bisa mengaku sebagai orang Tuban karena bahasamu yang khas. Enggak usah minder, enggak usah malu kita semua memiliki kesempatan yang sama. Kawan saya yang lama bermukim di Singapura pun ketika kumpul-kumpul dengan kami yang ada di Tuban juga menggunakan bahasa khas Tuban! Gak yo ngono, leh?!
Njenengan tiyang tuban mas?
Nggeh kulo asli Tuban :-D
La kok mbait gawe blong bereng leh kowe kok joss tenan???
Sek-sek iki Andik konco ngaji biyen yah? Nek iyo WA aku via ijo2 pojokan kuwi.
La Kowe kok Moh gae artikel Hae omangane wong Tuban nek di tujukno kanggo wong Tuban y mestine ngerti Leh
Hhhhh Pye Leh kwe Ki bangeten
Siap salah! Nanti diperbaiki :-D
Saya asli orang Tuban,terima kasih mas sudah mau mengangkat tentang Tuban,salam dari cah Tuban,,,
Saya juga orang Tuban :-) Terimakasih sudah membaca artikel di blog saya :-D
jayah tenan wong iki…juuooss…
Tenan toh!
Bahasa daerah semakin tergerus ya mas dengan semakin modernnya hidup kita. Kadang bagi anak muda nggak keren kalau masih pake bahasa daerah
Harus digalakkan lagi menggunakan bahasa Ibu. Indonesia jadi Indonesia kan karena daerah. :-)
Nduk keee… Matoh tenan ndaaa
Yo to!
Dulu pernah punya teman kosan orang Tuban 2 orang di Jogja, klo mereka ngomong kadang rada bingung juga.
Harusnya nggak bikin pusing sih, hawong sama-sama Jawa kok.
Piye to cah cah kedisikan nulis. Wkkk
Ehehehe… Olehku ngonsep seminggu iki, Kang.