Belajar Mensyukuri Cuaca dari Desa

Suasana ladang saat musim hujan, hijau dimana-mana. Di gambar tersebut terdapat dua orang yang sedang sangat berbahagia karena hujan tiba dan mereka bisa bertani lagi. Sumber : Group Jagongan Lare Kapu Etan
Suasana ladang saat musim hujan, hijau dimana-mana. Di gambar tersebut terdapat dua orang yang sedang sangat berbahagia karena hujan tiba dan mereka bisa bertani lagi.
Sumber : Group Jagongan Lare Kapu Etan

Musim hujan sudah tiba, tandanya apa? tandanya saya sudah mulai pilek. Walaupun nggak pasti pilek, tapi biasanya perubahan cuaca akan diikuti dengan tanda-tanda fisik -apalagi yang nggak pernah olah raga kaya saya gini- akan mengalami gangguan. Sebenarnya bukan gangguan tapi penyesuaian. Selain sakit biasanya akan ada berita juga di TV bahwa cuaca sedang buruk sehingga penerbangan dibatalkan, atau cuaca sedang buruk sehingga tidak ada nelayan yang melaut dan lain-lain. Cuaca yang dari zaman bumi diciptakan ya memang seperti ini, tapi baru abad 20-21 inilah mereka disebut buruk.

Di Desa, cuaca apapun disyukuri. Dari zaman dahulu kala kalau kemarau itu ya panas dan kalau hujan kemudian hutan sudah gundul ya pasti banjir. Bagaimana tanda-tandanya orang desa itu selalu bersyukur dengan cuaca yang terjadi, ya kita lihat sajalah di dunia pertanian yang 100% digeluti oleh orang desa (Nggak ada orang selain di desa yang jadi petani, kalau jadi pemodal banyak).

Petani padi misalnya, jika musim kemarau maka saatnya mengistirahatkan sawahnya dari menanam padi. Asal tahu saja, tanam padi itu butuh usaha yang besar dan benar. Selain petaninya yang mesti terus-terusan memantau, tanah sawah juga akan jadi sangat asam. Apabila ditanami padi terus-terusan sepanjang tahun bukan tidak mungkin tanah jadi capek sehingga mengurangi kesuburan. Nah kemarau adalah waktunya tanah sawah beristirahat untuk kemudian ditanami lagi saat musim hujan tiba.

Di Desa nggak ada orang yang ngeluh “Wah cuacanya lagi buruk” Maksimal mereka akan mengeluh “Wah cuacanya panas banget” Intinya ya tadi wong kemarau kok ya panas. Beda dengan tempat lainnya yang langsung bilang “Cuaca sedang buruk” padahal cuaca apapun kan anugerah Allah kok dibilang buruk.

Lanjut pada musim hujan, ini adalah musimnya para petani. Di tempat lain orang pada misuh-misuh di dalam kendaraan mewah mereka karena terjebak banjir yang sebenarnya akibat ulahnya sendiri, tapi di Desa hujan adalah saatnya “berpesta”. Kalau kamu ke desa saat musim hujan, kamu akan melihat pemandangan yang luar biasa. Orang hilir mudik dengan wajah sumringah, Beneran sumringah. Mereka lalu lalang ada yang mencari pupuk, ada yang mencari bibit ada yang sedang mengendarai traktor untuk mengolah tanahnya dan lain-lain. Intinya bagi orang desa hujan adalah rahmat dari Allah.

Tidak jarang sebagai bentuk syukurnya, pada warga desa menggelar syukuran. Ya sekedar masak nasi liwet atau apalah kemudian dibawa ke sawah, sebelum mereka mulai menanam, mereka berdoa dulu dipematang sawah atau ladang kemudian secara bersama-sama menyantap nasi liwet tadi. Seru kan?

Ah saya merindukan suasana ini. Ketika malam mereka ngumpul di langgar sambil menikmati kretek buatan mereka sendiri (baca : nggiles/ nglinting sendiri), mereka bercerita dengan antusias dan wajah yang penuh harapan tentang aktivitas pertanian mereka tadi siang di sawah atau ladang. Saya bukan petani katif seperti mereka, tapi saya merasakan betapa bahagianya mereka di saat hujan tiba.

Padahal di saat yang sama dan di daratan yang sama orang sedang sebal-sebalnya karena jalanan menuju kantor kebanjiran. Mereka mengutuk hujan sehabis-habisnya, tapi semakin dikutuk bukannya berhenti malah semakin deras. Nah mari mensyukuri cuaca apapun yang diberikan oleh Allah, jangan sekali-kali bilang cuaca sedang buruk atau ekstrim.

Ingat Allah itu adil, saat kemarau orang-orang selain di desa seneng banget karena aktivitas bisnisnya tidak terhambat banjir, tapi ingat kekeringan lhoh. Dan ketika hujan mereka misuh-misuh padahal ingat lho hujan itu menambah debit air yang ada dalam tanah yang sebelumnya udah sampeyan sedot habis untuk kepentingan hidup atau bisnis.

Mari Belajar Bersyukur :-D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

12 Komentar

  1. Di tempat saya juga gitu, Mas.. Semua musim membawa rizkinya masing-masing. Musim hujan musimnya petani, dan musim panas musimnya nelayan. Adil dan seimbang. ?

  2. Iya, Kang.
    Manusia itu serba salah.

    Dikasih panas, katanya kering.
    Giliran hujan, ngeluh banjir.

    Masya Allah.
    Semoga kita senantiasa bisa berpikir positif atas apa yang telah ditakdirkan Allah.

  3. Wah jadi ingat dulu masih kecil waktu musim tanam padi di desaku kang. Seneng kalo bisa ikut ke sawah cuma buat ikut makan berkat syukuran sebelum tanam. Mau bantuin nanam tapi masih kecil. Tapi saya suka suasananya

    1. Hehehe iya memang ngangenin. Semoga petani-petani jadi berkah hidupnya. Dan kita sebagai orang yang bukan petani jangan semena-mena, setidaknya ketika hujan kita mengucap Alhamdulillah kawan-kawan saya yang jadi petani seneng bisa mulai menanam. :-D

      Terimakasih sudah berkunjung.