Buwoh adalah tradisi masyarakat Tuban untuk memberikan kado kepada tetangga yang sedang melangsungkan pernikahan atau sunatan atau hajatan lainnya. Di Hajatan orang Tuban ada dua jenis gotong royong, pertama Tradisi mendarat dan yang kedua Buwoh ini.
Masyarakat Jawa memang memiliki jiwa solidaritas yang tinggi. Banyak istilah-istilah penuh kerjasama dan kerukunan di Jawa. Misalnya Gotong Royong, Tepo seliro, Mangan ora mangan sing penting kumpul dan lain-lain.
Nah salah satu istilah yang populer di Tuban adalah buwoh ini. Kali ini saya akan coba menulis tentang budaya gotong royong yang keren ini.
Arti Kata Buwoh dalam Bahasa Jawa
Buwoh adalah memberikan sesuatu kepada yang punya hajat dari para tamu undangan, biasanya dalam acara pernikahan dan khitanan. Tradisi ini juga terkait dengan tradisi mendarat yang juga sangat kental di Masyarakat Tuban.
Dalam praktek kehidupan di perkotaan, tradisi ini mungkin sama dengan memberikan kado kepada pengantin atau yang khitan, namun berbeda saja bentuknya.
Jika di perkotaan kado berupa barang-barang modern seperti peralatan elektronik, peralatan rumah tangga dan lainnya. Satu orang dengan lainnya biasanya memiliki perbedaan. Nah di dalam tradisi Buwoh barang yang diberikan hampir sama.
Barang apa saja yang diberikan?
Sudah saya bahas di atas, jika kado biasanya beda-beda antara orang satu dengan lainnya. Di dalam tradisi Buwoh akan memberikan bahan pangan pokok. Umumnya berupa Beras dan Gula. Ada juga yang memberi variasi lainnya seperti Mi telur, roti dan lainnya.
Walaupun demikian ada juga yang berupa rengginang, karena adat pernikahan orang Tuban memang seringkali menggunakan rengginang sebagai makanan khasnya. Ada juga yang berupa kue-kue yang disajikan saat acara pernikahan atau sunatan berlangsung nanti.
Tata Cara Undangan Buwoh
Walaupun Teknologi Informasi sedemikian hebat, orang Tuban tetap memegang teguh budaya tutur. Undangan pernikahan atau Sunatan di Tuban menggunakan istilah tutur-tutur atau undang-undang.
Pada minimal dua minggu sebelum hajatan, orang yang punya hajat akan melakukan undang-undanh. Caranya adalah dengan mendatangi satu per satu rumah orang yang akan diundang dalam hajatan. Undangan ini juga berbeda-beda tergantung apa yang diharapkan pengundang.
Ada dua sih maksud tujuan orang undang-undang. Pertama, mengharapkan yang laki-laki yang datang. Jika mengharapkan laki-laki yang datang, maka biasanya bukan buwoh tapi anjeng Nanti suatu saat saya akan mengulas tentang anjeng. Lalu, jika pengundang mengharapkan yang datang adalah wanita atau Ibu, maka tamu wanita tadi akan melakukan buwoh.
Singkatnya, hanya wanita lah yang melakukan tradisi ini.
Waktu Pelaksanaan Tradisi Buwoh
Pada masyarakat perkotaan, biasanya tamu undangan akan memberikan kado pada saat resepsi berlangsung dan waktunya pun singkat. Paling hanya satu hingga tiga jam saja. Berbeda dengan itu, orang-orang yang mengundang buwoh, biasanya menyediakan waktu hajatan sampai dengan belasan jam bahkan 24 jam.
Jadi biasanya orang-orang akan datang jam berapa saja. Selama hajatan, tanggalnya masih sesuai, atau bahkan satu minggu setelah selesai hajatan atau sepasar.
Cara Pelaksanaan
Para Ibu akan janjian, untuk berangkat bersama. Barang-barang buwohan akan dimasukkan dalam ember. Orang Tuban menyebut ember bukan berarti wadah air itu. Tapi ada semacam baskom tapi dari plat besi yang besar.
Setelah itu Ibu-Ibu akan membungkus ember tadi dengan kain. Kemudian mereka akan berangkat. Sampai di tempat, mereka akan menyerahkan barang buwohan dan di pihak penerima akan mencatat barang-barang yang ada di dalam ember.
Setelah itu, tuan rumah akan mempersilahkan Ibu-ibu untuk menikmati jamuan makan oleh tuan rumah. Sementara itu, tuan rumah akan mengambil isi embernya tadi dan mengisi kembali dengan nasi buwohan beserta becek.
Kemudian, ember yang sudah sudah ada isi nasi buwohan tadi akan diberikan ke orang yang buwoh tadi.
Oiya, saking khasnya menu nasi buwohan ini, sampai ada warung di Tuban yang menjual menu nasi buwohan dengan ciri khas bungkus daun jati.
Demikianlah tradisi buwh menjadi ajang untuk bergotong royong masyarakat Tuban. Mereka terus melestarikan budaya ini hingga kini.