Tanggal 10 November adalah hari paling mencekam bagi para santri yang sudah berniat memenuhi panggilan Jihad yang diserukan oleh Hadratusy Syeikh Hasyim Asyari pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng Jombang sekaligus Pimpinan Tertinggi organisasi Nahdlatul Ulama. Setelah peristiwa 10 November yang kelak disebut sebagai Hari Pahlawan tersebut, sebenarnya juga masih terjadi pertempuran-pertempuran untuk mengusir penjajah yang justru melancarkan agresi militer.
Agresi militer Belanda ini mendapatkan perlawanan sengit dari anak-anak bangsa, diantaranya yang dilakukan oleh ulama Islam, pejuang dan tokoh Nahdlatul Ulama yang pada tanggal 9 November 2016 kemarin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia yaitu KHR. As’ad Syamsul Arifin. Melawan Belanda pada Agresi Militer I, adalah salah satu dari rentetan perjuangan beliau dalam upaya memerdekakan republik Indonesia.
Setelah peristiwa 10 November 1945, rupanya Belanda masih penasaran dengan bekas jajahannya ini. Mereka melancarkan agresi Militer Belanda I. Operasi ini dinamakan Operatie Product. Agresi militer ini terjadi pada tahun 1947. Belanda mendaratkan pasukannya di Pasir Putih Situbondo dan Teluk Meneng. KH As’ad mendengar kabar mendaratnya pasukan Belanda ini dari para barisan pelopor yang saat itu sangat getol memerangi Belanda dengan cara gerilya.
Ketika kapal Belanda menurunkan muatannya berupa alutsista dan tentara, mereka langsung memulai agresi dengan menguasai aset-aset negara yang dulunya dikuasai oleh penjajah. TNI dan rakyat bahu membahu melawan Belanda, namun karena persenjataan yang kalah jauh, mereka hanya mengandal serangan mendadak atau hit and run. Pasukan Fi Sabilillah dan Hizbullah pun tidak mau kalah mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Mendengar kabar Belanda telah mendarat di Pasir Putih Belanda, KH As’ad yang sudah terlibat dalam berbagai perjuangan melawan penjajah ini, menyusun tak tik di Pondok Pesantren Sukorejo bersama beberapa orang barisan pelopor. KH As’ad membeberkan tak tik yang diberi nama “Megek klemar aenga se tak lekkoa” yang artinya menangkap ikan jangan sampai membuat airnya menjadi keruh. Dalam diskusi tersebut juga tercetus ide untuk mengambil senjata di gudang senjata Belanda di Dabasah, Bondowoso.
KH As’ad mulai perjalanan ke desa Dasabah ditemani beberapa anggota barisan pelopor. Mereka menempuh jalur hutan yang berat. Rute ini dimulai dari Sukorejo, Asembagus, lanjut ke desa Bayeman menerobos hutan sampai dengan Puloagung, terus ke Desa Dasabah Bondowoso. KH As’ad mewanti-wanti kepada para pelopor, bahwa operasi ini adalah operasi yang sangat rahasia.
Rombongan KH As’ad ini menggunakan pakaian biasa layaknya rakyat biasa. Mereka tidak ingin ada mata-mata Belanda yang mengetahui rencana mereka untuk merebut gudang senjata. Saat itu mata-mata Belanda ada yang dari orang pribumi. Mata-mata pribumi inilah yang sangat berbahaya karena tidak dapat dikenali. Ternyata jaman dulu sudah ada orang Indonesia yang berkhianat pada perjuangan bangsanya sendiri.
Setelah melewati seratusan desa dan dusun, KH As’ad sampai di desa Pangarangan yang berada di sebelah desa Dasabah tempat gudang senjata Belandar berada. KH As’ad menyusuri sungai kering untuk mencapai gudang senjata ini. Pasukan yang dipimpin oleh KH As’ad ini berhasil membawa 24 pucuk senjata api beserta amunisinya, termasuk senapan jenis bren, sten gun, lee enfield, mortir, light machine gun, serenteng peluru tajam dan granat.
Senjata tersebut diserahkan kepada para pejuang. Perjuangan masih belum usai, Belanda makin merangsek ke Situbondo. KH As’ad terus menerus memimpin gerilya para barisan pelopor. Berkat perjuangan para pahlawan Nasional termasuk KH As’ad Syamsul Arifin kita semua dapat menikmati kemerdekaan hingga detik ini. KH As’ad saat berjuang tidak ingin mengklaim diri sebagai pejuang.
Dan akhirnya pada tanggal 9 November 2016 kemarin, ditengah gejolak politik tanah air, Presiden Joko Widodo secara resmi menganugerahkan gelar pahlawan Nasional bagi KHR. As’ad Syamsul Arifin. Mari berdoa untuk arwah beliau, sekaligus bertawassul semoga Indonesia tetap diberikan kedamaian dan keikhlasan dalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan.
Sumber :
Buku berjudul K.H.R As’ad Syamsul Arifin Kestaria Kuda Putih
Jika bermanfaat silakan anda bagikan tulisan ini dan kami juga memiliki koleksi tulisan yang menarik lainnya, silakan klik Daftar Isi untuk melihat daftar tulisan kami. Selamat membaca! :-)
Bacaan sejarah nih. TFS ya.
Yap, silakan dinikmati :-)
benteng terakhir NKRI ams Santriii mantap dah….
Iyap, bukan benteng terakhir, tapi benteng terdepan :-D