Tradisi Manganan adalah rangkaian upacara untuk mengirimkan doa kepada leluhur yang sudah meninggal. Biasanya tradisi manganan di selenggarakan di Makam-makam desa atau petilasan sang leluhur.
Tradisi yang hidup di kota Tuban memang sangat kaya sekali. Penuh dengan filosofi yang dalam dan penuh dengan pengajaran yang tinggi. Seperti misalnya tradisi mendarat yang mencerminkan sikap saling tolong menolong dan gotong royong di Tuban.
Di tulisan ini, saya akan membahas mengenai tradisi Manganan. Tradisi manganan ini sudah turun temurun dilaksanakan oleh orang Tuban. Tradisi ini seperti dengan tradisi lainnya juga telah mengalami banyak perkembangan sebagai akibat dari interaksi tradisi ini dengan tradisi lainnya yang datang belakangan.
Interaksi budaya di Tuban termasuk tradisi-tradisi yang dilakukan masyarakat Tuban memanglah sangat intensif. Hal ini tidak terlepas dari peran geografis Tuban sebagai pelabuhan utama Majapahit dan berlangsung hingga setidaknya zaman Mataram Islam.
Jadi tidak mengherankan, rangakaian manganan pun memiliki beragam tata cara. Berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Tidak mengapa sebenarnya, toh selama ini semua tata cara tersebut berlangsung dengan baik tanpa adanya pertentangan. Ah Tuban memang ngangenin.
Table of Contents
Apa arti Tradisi Manganan bagi orang Tuban?
Tradisi Manganan adalah rangkaian tradisi yang dilakukan oleh orang-orang Tuban, biasanya berlokasi di makam desa.
Di makam inilah terkubur jenazah para leluhur desa bahkan pendiri desa. Selain leluhur desa, juga ada para leluhur warga, seperti jasad orang tua, jasad Mbah, Buyut dan lainnya. Tak lupa juga jenazah guru mengaji, tokoh agama yang membimbing warga desa menuju kebajikan hidup.
Bagi orang desa, Makam desa adalah tempat yang keramat. Bukan keramat untuk menduakan Tuhan seperti tuduhan orang-orang yang tidak tahu tradisi desa, namun keramat di sini adalah tempat yang dihormati karena jenazah orang-orang yang berjasa bagi desa dan hidup warga bersemayam menanti alam keabadian : Hari Pembalasan.
Rangkaian Manganan di Tuban
Sebenarnya rangkaian acara manganan di Tuban sangat bervariatif tergantung desanya. Misalnya yang saya lihat paling simple adalah rangkaian manganan di Desa Kapu.
Di Kapu, rangkaian Manganan diawali dengan Khataman Alquran dari pagi hingga pagi lagi esok harinya. Setelah pembacaan Alquran selesai, dilanjutkan dengan warga membawa makanan ke makam desa lalu doa bersama dan berakhir dengan makan bersama.
Berbeda dengan di Kapu, beberapa desa ada yang menyelenggarakan Pagelaran Wayang hingga Sindir. Namun secara umum, rangkaian manganan selalu diakhiri dengan doa bersama untuk arwah para leluhur.
Perbedaan tata cara penyelenggaraan manganan ini sudah saya singgung di tulisan pembuka di atas. Sebab interaksi budaya yang dialami oleh satu desa dengan desa yang lain berbeda. Perbedaannya bisa dari jenis interaksinya, jenis budaya yang berinteraksi hingga intensitas interaksi.
Menurut saya pribadi, keragaman tersebut justru baik, karena memberikan kekayaan luar biasa bagi budaya di Kabupaten Tuban ini.
Tujuan Tradisi Manganan Diselenggarakan
Tradisi ini, secara umum memiliki tujuan untuk berterimakasih kepada pendiri desa. Mereka adalah wasilah atau jalan pendirian desa dengan berbagai dinamika hidupnya.
Cara berterimakasih adalah dengan mengirimkan doa kepada para leluhur. Selain mengirimkan doa, warga desa juga melakukan pelestarian terhadap peninggalan leluhur, seperti kesenian dan tata cara memperlakukan alam, memelihara petilasannya, meniru sikapnya dan lain-lain demi kehidupan yang baik.
Selain berterimakasih kepada leluhur, ada tujuan lainnya yaitu memperkuat silaturahim. Sebab kuatnya persaudaraan orang desa adalah seringnya mereka membuat acara-acara yang mengharuskan mereka berkumpul. Dengan menghadiri manganan orang desa akan merasa memiliki satu ikatan dengan lain. Memiliki leluhur yang sama, Memiliki tradisi yang sama dan lain-lain. Sehingga siapapun yang dari desa pasti ingin kembali ke desa untuk memelihara persaudaraan.
Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
Saya juga mendapatkan informasi dari website Kemendikbud yang menyatakan bahwa salah satu Tradisi Manganan di Tuban, yaitu Manganan Ngerong terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia sejak tahun 2017 lalu dengan nomor Registrasi 2017007307.
Manganan Ngerong diselenggarakan di goa Ngerong Rengel. Dilaksanakan pada Ahad Kliwon pada bulan Besar. Acara Manganan pada mulanya dilakukan usai masa panen raya di Rengel. Acaranya ini digelar untuk mengucap Syukur atas karunia Allah berupa panen yang baik dan melimpahnya sumber air Ngerong.
Acara khas dari Manganan Ngerong adalah digelarnya pagelaran wayang kulit dengan lakon tertentu.
Kesimpulan
Sebagai warga Tuban, rasanya kok hanya kita yang mau merawat tradisi tinggalan leluhur. Jadi mari kita rawat sebaik mungkin, sebagai ikhtiar kita berterimakasih kepada leluhur kita semua.
Selanjutnya jika ada perbedaan tradisi, mari kita saling memahami dan pada tingkatan tertinggi mari saling menghormati. Tidak perlu mencaci dan tidak perlu pula memaki.
Dapatkan informasi lainnya melalui Google News