Kampung Pulo Garut ini sangat unik, karena hanya boleh dihuni oleh 26 orang. Selain itu, di tempat ini juga hanya terdapat tujuh bangunan yang terdiri dari satu Musala dan enam tempat tinggal.
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi kota Garut. Lalu saya menuju ke Candi Cangkuang. Candi ini juga tidak kalah unik karena terletak di tengah danau. Berbatasan dengan candi ini terdapat satu Kampung yang bernama Kampung Pulo.
Untuk menuju ke Kampung Pulo kamu harus menyeberangi danau dengan menaiki rakit. Pengalaman yang sangat sulit untuk dilupakan. Saya akan menuliskan tentang kampung ini dengan menggabungkan literatur yang ada di internet dan pengalaman saya ketika mengunjungi kampung pulo di Garut yang unik ini.
Letak Kampung Pulo di Garut
Kampung Pulo terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles Kabupaten Garut. Desa Cangkuang ini memiliki nama yang sama dengan candi yang ditemukan di situ. Cangkuang berasal dari tanaman seperti pandan yang berduri yang banyak tumbuh di desa tersebut.
Kampung adat ini terletak satu komplek dengan candi Cangkuang. Jika kamu ke sini maka akan disuguhi keindahan alam Sunda serta keramah-tamahan orang Sunda.
Pengalaman Menuju Kampung Pulo
Jalan-jalan di Garut ternyata memang sangat menyenangkan. Banyak hal yang bisa dieksplorasi di Swiss Van Java ini. Ada Dodol Garut yang terkenal sekali itu, lalu ada Cokodot yang sedang naik daun juga. Saya saat itu juga berkunjung ke Puncak Darajat.
Setelah itu saya ke Cangkuang. Saya lupa detail perjalanan ke tempat ini. Tapi singkat cerita saya sampai di dermaga. Di dermaga tersebut terparkir banyak sekali rakit. Ternyata saya baru tahu, untuk menuju ke tempat Candi Cangkuang harus menyeberangi danau menggunakan rakit ini. Saya jadi teringat dengan situs Situ Lengkong di Ciamis, Jawa Barat.
Saya beserta rombongan dengan tertib memasuki rakit. Mamang rakitnya segera mendayung dengan semangat ke pulau yang ada di tengah danau ini. Tidak membutuhkan waktu lama kami tiba di seberang. Sudah ada tulisan selamat datang di Candi Cangkuang.
Awalnya saya berkeliling di Candi Cangkuang, ditemani seorang guide. Untuk detail di Situs Cangkuang nanti saya ceritakan di tulisan terpisah, ya.
Singkatnya saya sampai di Kampung Pulo. Kamung ini persis di sebelah Candi Cangkuang tadi. Menurut penuturan guide kami, kampung ini sangatlah unik. Kampung peninggalan dari Mbah Arif Muhammad yang merupakan pasukan dari Mataram dan terdampar di tempat ini.
Saya melihat-lihat kampung ini. Jumlah rumahnya adalah enam buah. Tiga buah di samping kanan dan tiga buah di sisi kiri saling berhadapan. Lalu di tengah kampung ini dibangun sebuah Musala.
Keunikan Kampung Adat Pulo Garut
Kampung adat ini merupakan peninggalan dari Mbah Arif Muhammad. Ia memiliki 6 orang anak. Lima orang perempuan dan satu laki-laki. Untuk itu terdapat enam rumah.
Rumah adat Kampung Pulo yang masih bertahan dengan bentuk tradisional ini, menggunakan material yang berasal dari alam. Rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berteduh, namun berfungsi pula sebagai tempat pembinaan keluarga, pewarisan budaya melalui berbagai pelaksanaan ritual adat dan pengembangan nilai-nilai budaya.
Rumah adat Kampung Pulo seperti halnya rumah tradisional Sunda lainnya, berbentuk panggung dengan bahan bangunan utama dari kayu dan bambu. Salah satu yang membedakannya adalah pola ruangnya, yaitu jumlah ruang, tata ruang, dan luas ruang.
Keunikan rumah di Kampung Pulo adalah terpisahnya rumah yang berisi jamban dengan rumah utama. Selain itu, rumah di Kampung Pulo ini dapat dikatakan sebagai rumah sehat karena material alami yang digunakan, menjadikan rumah ini memiliki sirkulasi udara yang sangat baik. Tatanan antara satu rumah dengan rumah lainnya memiliki jarak sehingga memungkinkan di setiap sisi bangunan memiliki jendela.
Keberadaan kampung Pulo Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut, diperkirakan ada sejak abad ke-17 Masehi yang didirikan oleh Embah Dalem Arif Muhamad, beliau merupakan salahsatu pemimpin pasukan kerajaan Mataram yang di utus oleh Sultan Agung Untuk Mengusir Pasukan Blanda di Batavia.
Serangan Mataram waktu itu mengalami kegagalan, hingga Embah Dalem Syarif Muhamad Tidak diizinkan pulang dan akhirnya Menetap di kampung Pulo sebari menyebarkan Agama Islam. Masyarakat kampong pulo pada masa itu mayoritas memeluk agama Hindu.
Hal ini ditandai dengan keberadaan Candi Hindu terletak di komplek Kampung Pulo yang di perkirakan sudah ada sejak abad ke-8 M. Setelah berhasil menyebarkan agama Islam di kampung Pulo dan memiliki enam anak perempuan, Embah Dalem Syarif Muhamad meninggal dan jenazah nya di makamkan disebelah timur pemukiman, dengan meninggalkan enam anak perempuannya.
Mereka menempati enam rumah yang di bangun dua baris berhadapan berjejer tiga yang ujungnya tepatnya di sebelah barat dibangun sebuah langgar sehingga membentuk huruf “U”.
Langgar tersebut merupakan langgar dari anak laki- laki Embah Dalem Arif Muhamad yang meninggal pada waktu kecil dan sekarang langgar itu dijadikan Mesjid sebagai tempat ibadah.
Selama menjalankan roda pemerintahanya di Kampung Pulo, Arief Muhamad sangat menekankan pada kelestarian Lingkungannya Untuk kelangsungan hidupnya. Prinsip tersebut ia terapkan di kampong Pulo yang bertahan dengan hanya memiliki 6 Pemukiman.
Dapatkan informasi lainnya melalui Google News